Akhir bulan Mei lalu, saya dan Fahmi kembali diijinkan untuk menginjak pulau dewata-Bali, pulau yang menyimpan banyak memori pertemuan kami dahulu.
Kesempatan kali ini kami sempatkan untuk menikmati atmosphere Ubud yang sudah cukup lama menjadi incaran explorasi kami berdua.
Karena sebelumnya, yang saya ketahui tentang Ubud Bali ya hanya Monkey Forestnya saja, tidak lebih.
Jika sudah berdua, saya dan Fahmi bisa sangat lambat dalam menikmati suatu tempat.
Tidak ada tujuan ingin kemana, keinginan itu sendirilah yang menjadi tujuan kami.
Tiba-tiba ingin berhenti makan sate, tiba-tiba ingin lihat sawah, tiba-tiba hari sudah gelap.
Dan ketika sepeda motor yang kami tunggangi sudah memasuki Desa di Kabupaten Gianyar-Bali ini, saya mencium keharuman yang sangat menenangkan pikiran.
Tanpa perlu memasuki Pura-pura yang menjamur di kanan-kiri jalan, keharuman khas pura itu sudah sangat tajam tercium.
Maka jika ditanya Ubud itu seperti apa, saya tentu akan menjawab: Wangi!
Tidak hanya dijamuri Pura, kita tentu sudah sangat tau bahwa Ubud dikenal sebagai ladangnya seniman dengan karya seni yang mumpuni.
Rasanya tiada bosan duduk diatas motor memandangi hasil karya seni yang terpampang disepanjang jalan.
Toko kerajinan di pinggir jalan Ubud.
Baca Juga : Tebing Keraton, Tebing Mainstream Katanya
Kunjungan yang sangat memikat hati ini (dan tentu saja membuat saya gagal move on hingga sekarang) mengingatkan saya pada cerita dari Profesor idaman saya yakni; Prof. Rhenald Khasali yang tidak pernah berhenti memberikan inspirasi bagi generasi mudanya, dan bahkan mamah muda seperti saya ini.
Prof. Rhenald Khasali pernah mengungkapkan tentang upaya Raja Ubud Tjokorda Gde Agung Sukawati yang telah berjasa merubah Ubud menjadi desa seni yang indah, cerita tersebut beliau jabarkan dalam bukunya yang bertajuk ‘Change’.
Berada di sebuah desa di Ubud, Bali, terdapat dua buah sungai yang bermuara di satu titik.
Yang satu bernama Sungai Wadon (yang artinya perempuan) dan satunya Sungai Lanang (yang artinya lelaki).
Satu sungai hanya dipisahkan oleh satu bukit dengan titik pertemuannya diberi nama Tjampuhan.
Maka di titik itu dibangun sebuah pura yang sangat suci, yakni: Pura Gunung Lebah.
Konon, di desa-desa sepanjang sungai itu mengalirlah darah-darah seni orang Bali.
Seperti Desa Penestanan, Pengosekan dan Sukawati yang terkenal sebagai desa lukis, Celuk (desa perak), Batubulan (desa stone carving), dan sebagainya.
Singkatnya, Ubud dikenal sebagai daerah yang kaya dengan seni.
Berkat keseniannya yang sangat istimewa, dan alam pegunungan yang dikelilingi persawahan yang indah, Ubudpun akhirnya dikenal sebagai daerah kunjungan wisata yang sangat digemari dan bernilai ekonomis sangat tinggi.
Jalan di Ubud.
Baca Juga : Sunset Sempurna di Blue Point Beach
Seperti yang kami saksikan kala itu, di sepanjang jalan di Ubud akan sangat mudah ditemui sebuah karya-karya seni super indah.
Bahkan konon karya tersebut buatan dari tangan para selebriti dunia, guru-guru besar dari universitas terkenal, serta usahawan mancanegara.
Mungkin sebagian orang yang belum mengerti, menduga bahwa Ubud adalah warisan alam yang terjadi begitu saja, sesungguhnya ini agak keliru.
Ubud tidak akan pernah menjadi daerah kunjungan wisata jika tidak ada seseorang yang dengan sungguh-sungguh melakukan CHANGE.
Change maker itu bernama Tjokorda Gde Agung Sukawati, Raja Ubud.
Di dalam bukunya ‘Change’ Prof. Rhenald Khasali bercerita: Semasa hidupnya, Tjokorda sangat memperhatikan kesenian.
Ia berpikir, rakyatnya tidak bisa hidup seperti ini terus menerus.
Maka ia pun mulai mencari jalan agar warganya bisa membuat karya-karya seni secara lebih indah dan lebih bernilai.
Ia memburu nama-nama terkenal.
Walter Spies dijemputnya di pelanuhan. Bahkan diberikan rumah di Bali.
Syaratnya hanya satu: tolong ajarkan anak-anak Ubud melukis. Sejak saat itu yang datang bukan hanya Walter Spies.
Sebut saja Rudolf Bonnet, Arie Schmidt dan Hanz Snell.
Mereka adalah pelukis-pelukis besar yang memberikan pengaruh terhadap cara melukis di sini.
Bahkan Antonio Blanco jatuh cinta dengan gadis Bali dan menetap di sana sampai mati.
Konon, sebelum kedatangan mereka, lukisan seniman Ubud terbatas hanya pada tema-tema yang lazim ditemui pada epos Mahabarata dan ramayani.
Sekarang anda bisa melihat karya-karya yang sangat ekspresif dan multitema.
Menurut putra almarhum, Tjokorda Gde Raka Sukawati, yang sekarang menjadi dosen di Universitas Udayana dan pengusaha resort di Ubud, ayahnya sendiri pergi menyambut para seniman besar itu dan menawarkan tempat untuk tinggal di Ubud.
Bahkan pelukis besar Affandi termasuk yang pernah diburunya.
Salah satu pura dari banyaknya pura yang ada.
Baca Juga : 7 Hal Yang Harus Dilakukan di Gili Trawangan
Sungguh Ubud begitu beruntung karena memiliki Raja yang begitu inspiratif dan sangat berjasa.
Menikmati Ubud kala itu membuat saya ingin sekali berucap terimakasih pada sang Raja.
Karena berkat usaha gighnya kini Bali memiliki Ubud yang menjadi pusat seni di mata dunia.
Tidak heran jika saat Tjokorda Gde Agung Sukawati berpulang, beliau tetap hidup menjadi inspirasi bagi masyarakat dan banyak orang.
Bahkan ada banyak penelitian dan buku yang menggali perjalanan sang Raja Ubud loh.
Jika ingin menyaksikan foto Tjokorda Gde Agung Sukawati berpose gagah, kalian dapat mengunjungi Museum Puri Lukisan Ubud, yakni museum yang merupakan museum seni tertua di Bali.
Membaca cerita ini pasti kita memiliki harapan yang sama, semoga para pemimpin di Negeri ini dapat melangkah dan meniru keberanian Tjokorda dalam membawa perubahan dan menciptakan sejarah.
Amin.
Ps: All Photos taken with Olympus E-PM2
Hmmm Hmmm Hmmm, aku nggak mau berburuk sangka, tapi apa karena di Bali mayoritas umat hindu ya jadinya seni visual di sana bisa berkembang. Sedangkan di Jawa kan mayoritas muslim, jadinya perkembangan seni visual yang mengakar dari kebudayaan itu jadi "terhambat" …
Ikut merinding mendengarkan rekam jejak perjuangan sang raja mengembangkan daerahnya. Terlepas dari latar belakang agama dan aliran seni yang dimiliki masyarakatnya, saya sangat mengapresiasi langkah mulia sang raja untuk memakmurkan rakyatnya. Demi kehidupan yang lebih baik, demi status sosial yang lebih baik. Sepak terjang seperti ini yang harusnya ditiru dan bertumbuh merata di daerah lainnya juga di Indonesia yang masih tumbuh terlambat. Saya yakin dan percaya setiap desa/kota/kapubaten di Indonesia ini punya potensi terpendam, baik yang berupa warisan atau kreativitas masyarakatnya. Asal mau lebih menggali, akan banyak Ubud-ubud lainnya di daerah 🙂
*wah panjang sekali komentarnya* 😀
setiap desa/kota/kapubaten di Indonesia ini punya potensi terpendam, baik yang berupa warisan atau kreativitas masyarakatnya>>>> aku sangat setuju!
Kamu nanti kalau jadi pemimpin yg keren kayak beliau ya Qy :))))
Duh gapapa bgt, aku seneng klo ada yg komennya panjang gini. Makasih :'D
Tapi kebarnya pemahat batu yg di pura2 itu orang jawa loh Mawi, mereka ngambilnya juga dari jawa dan pake seniman pahat di Jawa. Yatapi who know sih, umat Hindu memang terlihat lebih freedom ya ?! 🙂
tiap ke bali, aku lbh suka ke ubud nya..mungkin krn emg ga suka panas dan pantai ya :D.. ubud kan cndrung sejuk krn daerah gunung… berasa adeeeem bgt tiap nginep di ubud
Aku belum pernah benar-benar explore Ubud nih, waktu itu cuma lewat dan keliling bentar saja. Tapi dari ceritanya menarik banget, jadi gampang dibayangkan, apalagi dengan cerita sang raja ubud hehe
Wah kami malah belum pernah stay di Ubud nih,
niyatnya next ke Bali cari2 hotelnya disana :))
Kalau Bali apapun aku suka kak 😀
Sama Vel, tiap kesana cuma mampir ke Monkey Forest, dan kemarenpun gak puas banget kelilingnya. Sebelum ke Oz stay disana dulu bentar asik kali yaaa?! 😛
Ubud memang lain..selaluuu punya kenangan menyenangkan setiap ke sana…dan Rajanya luar biasa ya…simple gestures yang sudah mengubah Ubud menjadi salah satu the most artsy spots on earth 🙂
Wah aku baru dua kali kesana nih, merasa menyesal jadinya mbak huhu
Moga bisa balik lagi buat stay beberapa lama :))
Setelah exploring pantai2nya, biasanya kita selalu end up di Ubud kalau lagi di Bali, at least seminggu tinggal disana biar puas 🙂
btw, Ubud memang juara menjaga culture mereka, gak nemu club sama sekali di Ubud sampai sekarang karena memang dilarang, keren ya..
***
Paphos, Tempat Lahir Dewi Cinta Aphrodite → Jalan2Liburan
Gak ada club?! Waw aku baru tauuuu,
duh makin pengin stay disana >,<