Berikut adalah cerita pelarian singkat ke Kebun Raya Bogor.
Sesuai quote dari Confucius, maka saya bawalah seluruh hati (serta pemiliknya) ke Kebun Raya Bogor hari Sabtu kemarin, paling enggak kulit yang semakin memutih ini tetap memiliki memori perjalanan baru.
Bosan rasanya kalau malam minggu harus dilewati dengan keliling mall lagi, dan belum tentu punya tempat yang nyaman untuk baca buku.
Entah kenapa tiap weekend kedai kopi apapun-dimanapun pasti penuh.
Untungnya ke Bogor tidaklah sejauh ke Planet Bekasi :p
Piknik ala keluarga kecil Mohamadi
Entah udah berapa kali kami ‘berkebun raya’ ria kayak gini, saking seringnya pelarian singkat ini, saya jadi semakin jago memanggil rusa-rusa istana yang ada di tengah lapangan agar menepi ke pagar buat difoto dan dikasih makan. *besok-besok mau bawa kangkung 20 iket untuk dijual* :p
Semua rusa minggir ketika si tanduk panjang ini datang
Pelarian singkat kali ini agak berbeda karena kami membawa alas karpet yang niatnya bakal kami gelar nantinya di kebun raya.
Bersama dua buku, cokelat dan payung sudah sangat cukup untuk dijadikan ‘senjata’ menghabiskan waktu di Bogor.
Setiap ke kota ini kami pasti dikasih hadiah hujan deras, jadi membawa payung kesini adalah hal yang sangat wajib tanpa perlu mengingat ingat sedang musim apa.
Jarak kost yang nggak jauh dari Stasiun Sudirman masih aja bikin Fahmi males banget untuk berangkat pagi.
Alhasil kami baru berangkat ba’da zuhur atau sekitar pukul 12 siang sesuai jadwal KRL ke Bogor dari Stasiun Sudirman jam segitu (jangan ditiru) .
Saya sendiri nggak terlalu mengomel karena memang biasanya Bogor bakal hujan ketika siang hari, jadi berangkat siang dari Jakarta merupakan salah satu strategi menunggu Bogor kembali cerah.
Terdapat commuter-line hampir setengah jam sekali menuju arah Bogor, kalau ingin mudah tanpa perlu transit kalian bisa starting dari stasiun utama seperti Duri, Tanah Abang atau Manggarai.
Kondisi Kebun Raya yang ramai pengunjung
Baca Juga : Floating Market Lembang, Nggak Perlu Jauh ke Thailand
Mission complete
Jembatan Merah dulu, kali aja someday foto di London Bridge :p
Dan bener aja, lepas keluar dari Commuter-line langit Bogor terlihat sangat gelap dan hujan pun langsung turun sangat deras.
Rencana makan bakso kikil yang ada di samping Stasiun Bogor menjadi salah satu cara penyelamatan kami terlindung dari hujan yang deras.
Kekuatan insting kepada alam memang nggak boleh diabaikan ya!? 🙂
Tips selain selalu membawa payung ke kota hujan ini, pakailah flat-shoes atau sandal kalau nantinya nggak mau basah lepek dan lecet dipakai jalan.
Karena kami biasanya jalan kaki dari stasiun sampai kebun raya dan museum-museum di sekitarnya.
Kalau memang mau tetap stylish dengan weges/heels lebih baik tetep bawa sandal untuk dipakai jalan atau jangan pakai cara jalan kaki kami, karena serius kasian kakinya nanti.
Pun sebenarnya banyak angkutan umum dan ojek di depan stasiun yang bisa mengantar kita hingga ke depan pintu masuk Kebun Raya Bogor.
Abaikan urat-urat kaki kami. Please!
Baca Juga : 7 Hal Yang Harus Dilakukan di Gili Trawangan
Piknik bermanfaat ala kami(cari sendiri manfaatnya ya)
Misi untuk berfoto di Jembatan Merah akhirnya terlaksana, akibat mitos terkenal yang melarang pasangan kekasih berfoto di jembatan ini (karena konon hubungannya akan segera putus), Fahmi jadi ikutan parno.
Maka dari sekian kunjungan ke kebun raya baru kali ini Fahmi berani mengajak foto bareng di Jembatan Merah plus mengabaikan mitos tadi.
“Dulu masih pacaran gak berani, sekarang ga apa karna kan udah nikah.” Serah massnya ajawes, tampang sangar tapi percaya takhayul. hvft
Yang paling menyenangkan di Kebun Raya Bogor adalah nyanyian alam yang begitu santer terdengar disegala penjuru kebun.
Suara segala macam serangga, kadal dan burung yang menjadi satu selalu berhasil bikin ngantuk ketika duduk-duduk santai.
Apalagi kesempatan kali ini bisa gelar karpet, alhasil buku nggak banyak dibaca malah jadi keasikan merem sambil nikmatin backsound alam yang begitu mahal harganya.
Jajan jananan hits 2015
Kue Cubit
Baca Juga : Weekend Getaway to Lampung
Senjanya Bogor sehabis hujan
Fahmi sempet pules tidurnya, kalau bukan karena perut yang kelaparan bisa sampai gelap kami di kebun raya.
Ketika jalan kaki kembali ke Stasiun Bogor, saya menyadari bahwa banyak banget gerobak-gerobak yang menjual kue cubit, padahal dulu nggak sebanyak ini lho.
Ah ya mungkin karna Kue Cubit ini lagi hits banget kali yah…
Makanya tetiba yang jual jadi menjamur seperti sekarang.
Melihat varian yang dijual saya jadi ikutan penasaran dan akhirnya memesan dua varian rasa yakni green tea dan red velvet yang dihargai 10 ribu rupiah.
Namanya juga penasaran, ternyata saya gak bakat ngikutin selera anak-anak hits jaman sekarang.
Karena saya gak doyan sama ‘Pinch Cake’ ini, tetep Bakso deh yang paling juara!
Kurang empus saja ini, kalau pikniknya sama empus pasti makin seru :3
Sudah pernah ke Bogor tapi belum pernah masuk kebun raya bogor.
Hoi hoi… Bojoku manusia planet bekasi looh… 😀 *penting*
empuus muloooooo, kalo ada mereka nanti eek sembarangan. hiiiiiih
Wiiiih hebat, kalo mudik pake paspor dong mbak. ehehehee
Eh nantikan tugas ke Bogor ya?! siap2 bawa karpet buat piknik disini kak!!
pas ke bogor blm sempet kesini pdhl dkt dri penginapan 🙁
Ayuu ayuk main ke Bogor lagi, piknik!! hehe
Paling tak buru kalau ke Jogja adalah angkringan! Hahaha. Makasih rekomendasinya, Mbaaa
Ga bawa keranjang rotan dan sandwich ya Mbak? Kayak di film film =))
Duh gak punya keranjangnya ka una, mau bawa bekpek gak mecing. hehehe