Ketika pertama kali nginjek Gili Trawangan, saya langsung bertekad untuk memaksimalkan explorasi pulau ini.

Menikmatinya secara totalitas meskipun kesana dalam rangka backpackmoon sama Fahmi.

Well kami ya nggak terus ngedekem aja di hotel, foto mesra berdua atau belai-belaian di pinggir pantai.

Sama sekali nggak ada romantis-romantisnya seperti honeymoon pada umumnya.

Ada masanya ketika kami mau males-malesan di suatu destinasi, entah nikmatin kulinernya saja atau nulis di tempat pewe yang itu-itu saja seharian penuh.

Tapi banyak masa ketika saya mau ngejar sunrise Fahminya malah susah di bangunin, Ya Allah andai nyiram suami pake air itu nggak dosa, saya rutin tiap pagi ambil air seember.

Tapikan kita wanita punya banyak jurus ampuh, salah satunya jurus Ngambek yang ditanya kenapa jawabnya harus “nggak papa” tapi merengut.

Alhasil, saya mengandalkan strategi itu :p

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Cidomo, gerobak yang di tarik oleh kuda yang merupakan transportasi khas Gili Trawangan

Setelah saya paginya harus jalan sendirian ke depan pulau untuk memotret sunrise, Fahmi mana berani untuk nggak nemenin saya menuju sunset bar, tempat dimana seluruh turis berbondong-bondong menuju kesana ketika hari menjelang sore.

Kebanyakan dengan bersepeda atau naik Cidomo (sebutan untuk delman yang sedikit berbeda versi Gili Trawangan).

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan
Pasukan yang siap menyergap Sunset bar *halah*

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Seperti bukan di Trawangan yah, seperti Baluran atau Afrika 😀

Kami sih traveler kere jadi ya jalan kaki saja sudah cukup (semoga mas cumi nggak baca ini, pasti dia bakal nyinyirin kita haaafftt).

BACA JUGA :  MONTESSORI AT HOME: Ide Belajar Menggunakan Dot Sticker

Keadaan pulau di sisi barat Gili Trawangan ini menyuguhkan pemandangan yang berbeda, mungkin karena kami datang ketika kemarau, jadi banyak pohon-pohon bakau dan ranting yang mengering.

Tapi justru pemandangan tersebut seperti membawa saya ke belahan bumi lainnya. Trawangan emang penuh magnet yah?!?

Perasaan ketika melihat banyak warga asing yang begitu excited dengan potensi wisata alam negeri sendiri itu adalah perasaan yang sulit sekali di gambarkan, bawaannya bahagia dan bangga tapi juga sedikit sedih.

Sedih karena merasa asing sih wajar ya, tapi paling tidak warga di Gili Trawangan ini jadi bisa mandiri dan punya mata pencaharian yang layak.

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Salah satu bar/cafe yang lumayan terkenal dan selalu ramai

Berjalan kaki sendiri memakan waktu sekitar setengah jam lamanya, karena memang kita harus sedikit memutari pulau sampai ke sisi baratnya, namanya juga cari sunset toh?!

Akan di temukan beberapa cafe and restaurant yang semuanya memiliki spot baik untuk menikmati sunset.

Dari yang bernuansa mewah hingga low budget, bermusik disko dan hening saja.

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Penampakan Paradise Sunset Bar

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Sunset Bar yang berada paling ujung

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Warna langit ketika hari semakin sore

Kami terus menyisir hingga cafe paling ujung, karena menurut kami letak cafe ini paling pas untuk melihat matahari terbenam secara sempurna ( selain itu menunya juga murah deng :p)

Tempatnyapun sangat sederhana tapi nyaman, meja dan kursi kayu di tebar di atas pasir menhadap ke pantai, tempat memesanan berada di area tengah, kurang lebih seperti warung KFC yang harus self service ketika memesan makanan atau minuman.

BACA JUGA :  Tertambat Hatinya Di Pulau Lengkuas

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Sunset Bar yang kami jatuhi pilihan

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Bar atau cafe memutar musik bergenre pop, membuat pengunjung semangat guling-guling di pasir #eh

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Baca Juga : Camping Seru di Situ Gunung

Menyerbu Sunset Bar Gili Trawangan

Foto diambil dari Sunset Bar

Sekedar memesan juice atau soft drink saja (seperti kebanyakan pesanan pengunjung lain) kita bisa duduk santai disini sepuasnya hingga hari benar-benar gelap.

Kalau sudah menemukan suasana alam dan kenyamanan semacam ini, saya jadi lupa sama gadget dan juga beban hidup tentunya*halah*

Betapa banyaknya alam memberi kita, tidak pernah seimbang dengan apa yang telah kita beri padanya.

Menulis tentang keindahannya adalah salah satu cara saya untuk “membayar” yaa semoga yang membacanya bukanlah orang yang nantinya justru menimbulkan keusakan.

You may also like

4 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *