Suatu kesempatan bermain bersama warga lokal
Nama mereka Yana, Nendi, Ewang, Edis dan Riki.
Mereka suka pantai bukan karena memilih, tapi karena dipilih Tuhan jadi anak pantai.
Kulit hitam mereka bukan karena terlalu nyaman bersantai di tepi pantai, tapi karena sahabat bermainnya adalah terik.
Mereka lucu, lebih manusiawi daripada anak-anak kota pada umumnya; menurut saya.
Misalnya memetik buah hutan yang belum pernah saya lihat sebelumnya.
“kak, ini enak!” masam tapi benar enak, entah saya lupa nama buahnya.
Kayu jadi pedang, bongkah kelapa kering menjadi bola sepak, mereka juga bisa ‘terbang’ dari atas pohon.
Selalu ada saja tingkah dan laku saat dibidik kamera, terjun, salto, tenggelam.
Saya kembali di tahun berikutnya, mereka sudah tidak lagi lengkap.
“Ewang tidak tau kemana, bapaknya kabur, ibunya nikah lagi dan pindah. Ewang gak ada yang urus, Ewang berhenti sekolah.. nggak tau kemana” Hidup katanya pilihan.
Ternyata masih ada pengecualian.
Mereka lahir tanpa memilih kesempatan.
Anak2 tangguh, tapi sayang kadang nasib kurang berpihak pada mereka ya put
Iya Kak, yang paling aku suka dari anak-anak desa itu mereka antusias banget untuk belajar, tapi hidup mereka sulit :((