“5…4…3…2…1…. Duaaaarrrr!!!
Haaappppyyyy Neeeeww Yeeeaaarrr 2016!!!!
Usai sudah kemeriahan malam tahun baru 2016 di Sydney, Australia. Malam dimana mimpi saya untuk melihat kembang api yang dramatis membuncah di atas langit Opera House, terwujud dengan begitu indah serta mengejutkan. Gimana gak mengejutkan, wong ada janin tiga bulan dalam perut saya saat ini. Iya, si anak bayi ini sudah saya ajak untuk mengantri masuk ke perayaan tahun baru sejak siang tadi. Tapi tenang aja, saya bawa bapaknya kok. Jadi kalau-kalau mabok ada yang bisa disuruh cari kresek ehehehe.
Saya dan-yang dulu masih calon suami memang sudah mempunyai niatan untuk berangkat WHV (Working Holiday Visa) ke Autralia. Dengan melewati berbagai test serta melengkapi persyaratannya, akhirnya kami sama-sama memegang ijin tersebut sebelum menikah. Awalnya ingin segera berangkat setelah menikah, tapi malah molor hingga 10 bulan lamanya. Waktu dimana Sang Maha Keren berkehendak lain, saya mengandung tiga bulan sebelum berangkat di akhir Desember 2015. Gak salah lagi, si jabang bayi mau ikutan liat kembang api xixixixi.
![]() |
Partner in crime! |
Datangnya tahun baru 2016 menjadi alarm buat saya dan Fahmi untuk mengakhiri liburan dan segera mencari pekerjaan, ya kan namanya working holiday visa, gimana bisa holiday kalo kitanya gak working?! Karena kami harus menutupi biaya apartemen yang mencapai 14juta rupiah per bulannya, biaya pulsa dan transport juga lumayan mahal. Belum lagi kelengkapan gizi perutnya bumil yang tiap dua jam mesti ngunyah ini ahahha.
Setelah mendapat tempat tinggal, membuka rekening, mendaftar akun pajak, membuat serta mencetak CV. Selanjutnya kami hanya tinggal menyebar CV tersebut baik door to door maupun secara online. Hal pertama yang terbesit dalam benak saya kala itu, semoga gak ada yang sadar kalau saya hamil. Untungnya badan cungkring saya dapat menutupinya, bukannya memaksakan kehendak. Tapi saya gak mau kehamilan ini menghalangi saya untuk mendapatkan pengalaman tak terlupakan di negeri kangguru. Saya yakin Allah pasti menjaga kami, me and who live under my heart.
![]() |
Keindahan kembang api di malam tahun baru |
![]() |
senja yang selalu menawan di Harbour Bridge |
Sambil menunggu mendapat pekerjaan tetap, saya menggunakan aplikasi setempat yang menjual jasa cleaning service keliling dan pekerjaan casual lainnya. Rutinitas jadi tukang bersih-bersih keliling ini memberi saya begitu banyak kenangan serta pembelajaran. Salah satu yang paling membekas yakni kesempatan membersihkan apartemen seorang pemuda Jewish, ketika begitu sulit mendapatkan panggilan dari pekerjaan ini. Saya dibuat terharu karena beliau inilah yang menjadi customer pertama yang mau menggunakan jasa saya. Dimana belum ada review atau rating apapun di akun milik saya, serta foto profile saya yang berbeda dari user Airtasker lainnya karena menggunakan hijab.
Dengan sangat ramah, ia memberikan air soda bahkan sebelum saya memulai pekerjaan. Perbedaan seakan melebur dengan haru. Saya tahu ia seorang jewish karena ia menunjukkan kalungnya saat saya menanyakan negara asalnya. Entah apa yang menjadi alasannya memilih saya saat itu, saya hanya berfikir this another proof that good people exist. Setelah itu, Yaniv rajin memanggil saya kembali untuk membersihkan apartemennya, bahkan ketika saya sudah memiliki pekerjaan tetap, pun ia rela menunggu sampai hari off saya tiba*tapi berantakannya bukan main* Fufufu
Hampir satu bulan lamanya saya dan Fahmi survive hanya dengan bekerja secara serabutan. Tapi dengan ajaib level stress kami berkurang dengan dasyatnya. Padahal kami harus melalui hari-hari yang mengejutkan, bertemu dengan banyak orang baru, tempat baru juga tantangan baru. Jangan pernah menyepelekan cara bersihin jendela, product serta alat yang mana yang harus dipakai aja perlu diamati baik-baik, kalo enggak bisa ngelap pake cairan cuci piring wkwkwk. Habisnya suka gak jelas direction yang tertulis dikemasannya TT
Andai saya bisa menikmati WHV ini satu tahun full, pasti bisa makin pinter bersih-bersih dan punya beragam keahlian lainnya. Tapi sebelum saya merasa benar-benar nyaman tinggal di Sydney, dan gak mau pulang untuk melahirkan. Fahmi memutuskan agar saya segera membeli tiket pulang ke Indonesia, sebelum si jabang bayi minta keluar di negara orang katanya. Sama seperti tiket berangkat, tiket kepulangan sayapun dibeli lewat Traveloka, bedanya kali ini pulang sendiri huhuu. Dengan segala kemudahannya, rasanya kapanpun, dimanapun saya berada, rumah #jadibisa terasa selalu dekat berkat Traveloka.
![]() |
Reservasi tiket kepulangan SYD-DPS-SUB |
Alasan lainnya karena Traveloka dapat membandingkan harga dengan maskapai lainnya, ditambah sistem pembayaran yang flesible(banyak pilihan) serta mudah. Ini usefull banget ya kan buat TKI macam kita yang harus hemat juga mobilitas yang terbatas. Gak kebayang kalau harus bayar lewat ATM, sedang mesinnya aja gak ada di negara tersebut, modyaaar. Kelebihan lainnya dari Traveloka juga karena ada Easy Reschedule dan Refund Guarante, saya yang mantan anak airlines tau banget gimana repotnya birokrasi ubah jadwal atau pengembalian tiket. Makanya gak pikir panjang untuk “jajan” tiket pesawat di OTA yang satu ini.
Dan mendapat pekerjaan tetap di Sydney ternyata gak mudah, entah berapa jumlah email yang saya kirim untuk melamar berbagai jenis pekerjaan. Sampai akhirnya ada panggilan interview di sebuah restaurant Thailand, saya sempat datang dan ditest untuk mengiris bawang. Tapi sayangnya setelah itu gak ada kabar baik lagi. Mungkin Tuhan punya jalan lain, jalan dimana saya gak perlu takut untuk makan makanan yang tidak dianjurkan oleh agama saya nantinya. Dan terbukti, saya diterima di restoran India yang berlabel Halal besar-besar didepannya. Ah….. Allah is great!
Ketika saya sudah mulai bekerja, Fahmi masih belum mendapat pekerjaan tetap. Tapi ia masih terlihat begitu nyaman dengan tugasnya yang kadang jadi kuli angkut, tukang bersihin gudang, tukang cat, dan yang paling favorit jadi tukang kebun. Kami suka bergurau, apa kata Ibuk ya kalau tau kamu jadi sarjana cuma untuk cabutin rumput?! HAhhahaa. Banyak teman saya yang berfikir kalau saya ini aneh, kok mau diajak suami jadi TKI. Mending juga dirumah leha-leha terima gaji. Tapi kan YOLO-lah… You only life once, jadi saya gak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk punya sejarah unik yang bisa diceritain ke anak-cucu nanti(dan blog tercinta) HEhehe
Di India Gate-nama restoran tempat saya banting tulang, saya gak cuma jadi waiters aja. Mulai dari menyapu, mengepel lantai, lap meja, lap kaca, cuci gelas, belanja ke Woolworths, sampai nyebarin brosur di pinggir jalan. Jangan tanya gimana capeknya, kaki saya dibuat gemetar setiap pulang kerja. Tapi setelah satu minggu saya sudah mulai terbiasa dan Hamdallah sakitnya menghilang. Seluruh staff dan koki asli orang India, jadi saya sering sebel dan gagal paham tentang apa yang mereka bicarakan ketika pakai bahasa Hindi. Uncle pemililik resto ini yang paling horor, tampilannya berjenggot panjang dan memakai turban khas orang Jaipur. Kadang baiiiik banget, kadang juga marah-marah tanpa sebab, untungnya masih rajin nyuruh saya bawa curry buat di rumah. Aduh jadi kangeeeeeen!
![]() |
Kalau lagi sama-sama off, kami pacalan dong ehehe |
![]() |
Keseruan bikin pecel di apartemen, ceritanya lagi homesick |
Dari pekerjaan ini, saya jadi banyak tau tentang India. Pribadi mereka yang giat bekerja, toleransi yang begitu tinggi, kelezatan beragam kuliner khas India, dan membuktikan sendiri kalau mereka beneran hobi nyanyiiiiii! Jadi yang namanya di dapur gak cuma ada bunyi wajan tapi juga nyanyian ala Bollywood, untung gak ada tiang di dapur xaxaaxa. Karna saya satu-satunya orang asing di resto, mereka banyak yang bertanya tentang Indonesia. Ini dia yang paling menyenangkan dari WHV, bertemu orang baru, bertemu budaya baru. Mengenang semua ini bikin saya kangen makan Thali dan Garlic Naan yang enak banget buatan Uncle, semoga bisa kembali ke Sydney atau syukur-syukur ke India.
Salah satu senior Didi(panggilan untuk sister dalam Hindi) ada yang menyadari tentang kehamilan saya, tapi bukannya marah ia justru makin berhati-hati dalam memberi tugas. Manager resto menyuruh saya belanja susu 4 jerigen di Woolworths, tapi kemudian Didi malah menyuruh waiters lain yang melakukannya dan berkata “You”re pregnant Putri, you can”t do that!”. Dan sejak saat itu saya pun gak pernah bekerja di lantai 2 atau mengangkut-angkut barang lagi, ternyata bukan cuma di film. Orang India aslinya memang penuh dengan cinta. *pelukin piring yang lagi dilap*
Dengan berat hati saya harus meninggalkan pekerjaan serta teman-teman di India Gate untuk kembali ke Indonesia, namun sebelum benar-benar pulang, saya merengek untuk Babymoon ke Melbourne. Karna berangkatnya pake gaji saya, jadi mas bojo ya manut aja dan langsung minta cuti. Oya, Alhamdulillah Fahmi pun akhirnya mendapat pekerjaan tetap dengan gaji yang lumayan. Pekerjaan tak terduga yakni jadi tukang bikin kue di dapur, seru banget karna tiap pulang kerja doski selalu bawa cup cake buatannya sendiri. Sungguh masa-masa yang tak terlupakan, saya bersyukur karna Tuhan memberikan kesempatan berharga ini bahkan ketika kami sedang dihujani oleh karunia-Nya. Saya berhasil kembali ke Indonesia tanpa kontraksi sedikitpun, janin yang berusia hampir 30 minggu kala itu tidur dengan tenangnya dalam penerbangan selama 8 jam.
Kini putra kami Caraka, sudah berusia hampir 18 bulan. Menjadi anggota baru yang mengubah perjalanan-perjalanan kami jadi semakin berwarna. Dan keinginan saya untuk traveling hanya berdua dengan anak ini tak terbendung, maka bulan lalu kami baru saja kembali dari Bali. Hanya saya dan bayi satu setengah tahun yang sedang aktif-aktifnya. Terimakasih Traveloka, lagi-lagi berkat kecanggihanmu saya #jadibisa tamasya berdua Raka tanpa kendala. Sekian, semoga cerita Mamaibunya Raka bisa menginspirasi kalian, ditunggu cerita selanjutnya tentang #TamasyaBerduaRaka kemarin yes!
![]() |
Tiket tamasya berdua Raka 😀 |
![]() |
Piknik cantik |
![]() |
Flinder Station, Melbourne |
![]() |
Tamasya berdua Raka di pantai Melasti |
Keren banget sih kalian! Salut!
Aduh jadi enak dibilang keren ehehehe
thankyou kaaaak :3