Membayangkan hidup di negeri antah berantah serta berada di tengah-tengah para manusia yang mengabaikan sebuah perbedaan, berjumpa dengan Tom dari Jerman, Hans dari Spanyol, Hana dari Jepang atau mungkin Lingga dari Brunei misalnya. Dapat bekerja sambil bertukar pengalaman dengan teman dari berbagai penjuru negeri adalah cita-cita dan mimpi kuat saya semenjak lulus dari sekolah menengah atas 2009 lalu.
Someday Uti mau ke Australia Mah! “Putrimu seorang penghayal yang akut, pak!” Ujar Mamah yang yang kata-katanya tidaklah pernah memiliki kekeliruan mengenai putri ketiganya ini. Memang harusnya nama saya diberi tambahan menjadi Putri Pemimpi Normalita sih. Xixixi

 

Menjadi WHV Fighter Untuk Hidup Yang Lebih Bermakna
Bermimpi ke Negeri Kangguru (sumber)
Pernahkah kalian bertemu dengan seorang yang begitu ingin menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)?! Jika tidak, sayalah satu diantara seribu orang yang enggan memilih itu. Hingga suatu waktu di semester pertama, seorang dosen memerintahkan saya serta teman-teman sekelas lainnya untuk maju, dan memberikan alasan kenapa memilih jurusan Sastra Inggris. Ketika tiba giliran, saya hanya singkat menjawab:
“Supaya gak bingung kalau tinggal di luar negeri nanti..” Sontak satu kelaspun tertawa dan melempar berbagai pertanyaan yang bikin saya ikutan ketawa lucu. “Emang mau tinggal dimana put?! Di luar negeri susah cari bakso loh….” Eeehhh iya juga yah :\’)

Konon manusia hanya butuh yakin untuk dapat mencapai sesuatu, namun rasanya saya yang kadar keyakinannya sudah melebihi batas ini, masih juga belum mendapat celah untuk dapat menginjak negeri kangguru. Hingga menjelang semester akhir, dan telah melatih bahasa inggris sebaik mungkin. Jarak Indonesia-Sydney masih saja 5.507 Km jauhnya tanpa berkurang satu milipun untuk dapat saya capai.

Jalur beasiswa terasa sangat sulit ditempuh karena kegiatan saya yang begitu padat diantara bekerja dan mengurus skripsi. Saya sempat berkali-kali \’patah\’. Bagai menggenggam sehelai tali balon udara, saya seperti siap melepasnya pergi begitu saja, terbang kemudian melebur di angkasa. Karena jika mahasiswa lain berkuliah untuk bekerja, saya yang mahasiswa kelas malam berbeda. Saya justru harus bekerja untuk dapat terus kuliah, harus karena hanya di kampuslah tempat saya dapat terus melatih kemampuan berbahasa inggris dengan baik.
Di tahun 2013 jelang kelulusan, saya mulai rajin \’mengasingkan diri\’ dengan traveling agar menemukan pengalaman serta teman baru, berharap mungkin saja saya bertemu dengan seorang bule yang mau memberi saya sponsor ke Australia. Ehehhee karena berada di tempat asing selalu berhasil menerbangkan fikiran saya lebih \’liar\’. Saya seperti selalu berhasil berbicara pada diri sendiri ketika sedang melakukan sebuah perjalanan. Sampai akhirnya saya nyaman untuk melakukan kegiatan traveling serta menulisnya di blog pribadi secara rutin. Paling tidak saya berjumpa dengan si \’perbedaan\’, paling tidak saya dapat bertukar pengalaman, dan paling tidak bahasa inggris saya dapat dilatih meski hanya sedikit.

Dengan melepaskan segala kenyamanan hidup di Ibukota, berada jauh di suatu penjuru negeri, rasanya saya lebih menikmati bermain pasir dengan anak-anak pantai di wilayah terpencil. Meninggalkan aktifitas yang itu-itu saja, saya merasa lebih hidup 2000 % banyaknya. Sampai akhirnya mimpi masa sekolahpun kembali muncul kepermukaan, cita-cita untuk dapat tinggal di Australia seperti memiliki pembuluh darah baru yang mengalir deras.

BACA JUGA :  Mengingat Kehangatan Acara Travel Bloggers Indonesia Gathering

Kemudian saya menemukan program bernama Working Holiday Visa (WHV) yang sepertinya dapat menjadi jalan saya untuk dapat stay beberapa waktu di Australia. Dengan jenis visa ini, saya memiliki kesempatan untuk masuk ke Australia dan berada di sana selama satu tahun penuh untuk berlibur sambil bekerja.

Menjadi WHV Fighter Untuk Hidup Yang Lebih Bermakna
Suasana tahun baru impian saya di Sydney :\’) (sumber)

Putri Normalita, seorang yang senang berbagi dan fans beratnya sebuah perbedaan ini akhirnya memutuskan untuk kembali meraih mimpi tinggal di Australia dengan cara apapun. Meskipun saya tahu betapa sulitnya melengkapi segala persyaratannya, paling tidak saya telah mencoba dan tidak ingin menyesal nantinya. Don\’t Tell Your Dream to Everyone, Show Them! Let’s Cross Over the country! 

Beberapa syarat yang harus saya penuhi diantaranya; Belum berusia 30 tahun, telah menjalani pendidikan perguruan tinggi, memiliki paspor, memiliki dana sebesar 5000 AUD serta kemampuan berbahasa Inggris setingkat IELTS dengan skor minimal 4,5 (atau setara TOEFL 450). Itu artinya sebelum mengajukan permohonan visa ini, saya harus terlebih dahulu memiliki dana sekitar 60 juta rupiah serta nilai IELTS (International English Language Testing System) dengan nilai yang cukup. Entah uang darimana nantinya, pergerakan tubuh ini rasanya tidak dibuat memusingkan hal itu. Saya hanya mencoba fokus untuk mencari sertifikat IELTS dengan nilai sebaik mungkin.

Membayangkan dapat menikmati kemeriahan kembang api pada malam tahun baru di Sydney membuat saya semakin semangat. Perayaan yang juga merupakan pesta kota paling sempurna. Tengah malam yang datang lebih awal di Sydney daripada sebagian besar kota internasional lain, membuatnya menjadi sorotan dari segala penjuru dunia, seluruh kamera akan tertuju ke kota ini saat ekstravaganza kembang api dramatis berlangsung. Saya yang anaknya suka sekali dengan kembang api, benar-benar ingin menikmatinya secara langsung.

BACA JUGA :  Budget Traveling Bersama Anak ke Kuala Lumpur 4 Hari 3 Malam
Menjadi WHV Fighter Untuk Hidup Yang Lebih Bermakna
Ke Belitung dulu aja sebelum bisa menginjak Bondi Beach 😛

Namun jauh sebelum saya menikmati semua itu, berbagai rintangan (test) telah menanti. Ibarat pejuang kemerdekaan, saya seperti terjun ke medan perang tanpa senjata yang cukup kecuali tekad, doa dan keyakinan. Saya mengikuti IELTS tanpa banyak belajar di IALF (Indonesia Australia Language Foundation) yang didirikan oleh pemerintah Indonesia dan Australia, bersama dengan puluhan anak muda yang penampakannya seperti calon-calon pejuang beasiswa di berbagai negara. Dan benar saja, ini adalah test paling sulit yang pernah saya ikuti seumur hidup. Penjagaan yang begitu ketat serta waktu yang sangat sedikit diberikan mengundang panik mudah datang.

Segala intruksi dan prosedur dijelaskan dalam bahasa  inggris yang begitu fluently, ini bahkan jauh lebih menegangkan ketimbang kelas bahasa inggris yang saya jalani selama 3 tahun penuh. Tapi saya percaya Tuhan selalu dekat dengan yang ingin berjuang, segala test mulai dari Writing, Reading, Listening hingga Speaking akhirnya dapat saya lewati dalam seharian penuh. Dua minggu berikutnya hasil test menunjukkan bahwa Tuhan telah mendekatkan jarak Jakarta-Sydney sedikit lebih dekat, saya LOLOS! :\’)

Perjuangan belum berakhir karena saya masih harus melengkapi berbagai  dokumen serta dana yang saya pinjam sana-sini, untuk mengirim permohonan ke kantor Direktorat Jendral Imigrasi Pusat demi mendapatkan surat reomendasi yang nantinya surat tersebut kembali saya ajukan ke AVAC (Australia Visa Application Centre). Lagi-lagi saya harus menunggu hingga HAP ID dikirim oleh Kedutaan Besar Australia. HAP ID ini semacam Health Identifier ID untuk mendata kesehatan sebelum masuk ke Australia. Medical check menjadi rangkaian terakhir dalam pengajuan visa ini.

Butuh waktu hampir 9 bulan lamanya untuk saya menjalani serangkaian prosedur yang ada, 9 bulan menanti cemas, dan 9 bulan hanya untuk menerima notifikasi di email yang memberikan kabar bahwa visa saya berhasil granted. Membayangkan betapa banyaknya waktu, tenaga serta dana yang saya curahkan, menerima “E-mail sakti” yang satu itu membuat perasaan saya luruh, lemas saking senangnya. Dengan masuknya notifikasi tersebut, artinya saya telah resmi menjadi pejuang WHV di Negeri Kanguru satu tahun kedepan. Putri jadi TKI Mah, Pak! 😀

Menjadi WHV Fighter Untuk Hidup Yang Lebih Bermakna
Surat rekomendasi visa bekerja dan berlibur Australia dari Direktorat Jendral Imigrasi Pusat
Menjadi WHV Fighter Untuk Hidup Yang Lebih Bermakna
Letter of granted visa dari pihak AVAC
Menjadi WHV Fighter Untuk Hidup Yang Lebih Bermakna
Tiket yang nantinya bakal mengantar saya ke Sydney!
BACA JUGA :  Liburan Sebulan Di Bali : Rincian Dan Total Budget

Program WHV ini telah dibuka sejak tahun 2009 lalu, telah banyak traveler serta para pecinta petualangan dari Indonesia yang telah berhasil tinggal selama satu tahun untuk bekerja sambil berlibur di berbagai kota di Australia. Para WHV Fighter kebanyakan hanya menjadi pekerja casual seperti pelayan restoran, supir, petugas kebersihan hingga bekerja di pabrik, peternakan atau perkebunan. Mencari pengalaman hidup menjadi tujuan utama kami, karena percaya atau tidak yang berangkat menjadi WHV Fighter kebanyakan adalah sosok yang telah memiliki karier yang bagus di Indonesia. Namun untuk hidup yang lebih bermakna, uang tidak selalu menjadi pencapaian bukan?!

Beberapa teman yang saya temukan di komunitas WHV Indonesia selalu saja melahirkan cerita dan pengalaman yang begitu menarik di dalam blog-blog pribadinya. Bahkan kak Anida Dyah (@nidnod) telah berhasil mengabadikan kisahnya dalam buku Under The Southern Stars. Sama halnya dengan Kak Nidnod, sayapun ingin melakukan beberapa perjalanan di sela-sela pekerjaan nantinya. Sydney Harbour Bridge, Sydney Opera House, Luna Park Sydney, Sydney Aquarium, atau santai-santai di Bondi Beach sudah masuk ke dalam wishlist yang saya punya. Aaaakk mimpi terasa semakin dekaaaaat!!

Meski muncul banyak pertanyaan mengenai pekerjaan apa yang nantinya bakal saya dapat di Australia?! Dapatkah saya survive selama 1 tahun di negara sekaligus benua tersebut?! Saya mencoba untuk tetap yakin dapat melewatinya sesulit apapun itu. Karena hidup ini rasanya terlalu singkat jika dinikmati ketika hari libur atau weekend saja, saya ingin lebih. Saya traveling bukan karena saya kaya, melainkan ingin menjadikan hidup ini jauh lebih bermakna ketimbang duduk di depan monitor saja. Because We\’re Not Born Just To Pay Bills And Die, right?!

Menjadi WHV Fighter Untuk Hidup Yang Lebih Bermakna
Putri siap jadi TKI, yeayyy!!
Successfully taking WHV maybe one of my life changer for next year, saya sudah memegang tiket untuk berangkat ke Sydney di bulan Desember bulan depan. Sekarang giliran kalian untuk berani mengambil keputusan untuk dapat mewujudkan mimpi. How far will you go? You decide! Selamat berjuang meraih mimpi! :\’))
 
 
Tulisan ini diikutsertakan lomba blog Cross|Over , How Far You Will Go? You Decide! Untuk informasi lomba silakan  mengunjungi situs http://www.neversaymaybe.co.id.
Bagi kalian yang juga tertarik, berikut informasi secara lengkapnya yang tentu akan amat sangat membantu:

You may also like

22 Comments

  1. Pengen ikut juga WHV tapi sayang udah terikat dengan kerjaan. Nasib pekerja, liburnya cuma weekend dan cuti tahunan.

    Semoga kalian berdua sukses di Australia.

  2. Hello there, nice post! 🙂
    Aku juga calon WHV warrior yang mungkin baru berangkat awal taun depan.. Rencana sih mungkin mau ke Perth dulu. Baca post kamu jadi makin semangat mengejar Oz, hopefully kita bisa meet up disana yaaa hehe~

  3. Hai Putri! Saya liat komen di atas, dan menyimpulkan kamu berangkat sama pasangan kah?
    Semua urusan dokumen bisa berbarengan?
    Waaahh seru banget, itu cita-cita saya sama suami nanti, mau coba challenge ourself as WHV WARRIOR!
    Ditunggu cerita2nya ya Putri 🙂 Good luck!

  4. Iyaaaaaa, bener kak!
    Kami urus2 dokumennya sejak sebelum merit, dan alhamdulillah grated dua-duanya
    apply-nya gak bareng, tapi beda 3 gelombang.
    Pati ditulis… dan semoga bisa buat kalian makin semangat :')

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *